Sabtu, 20 Desember 2014

Sesudah 'Ledakan' Itu

Bertengkar dengan anak, adalah hal yang biasa kita alami sehari-hari. Di sini lah sisi positif ibu rumah tangga terletak, yaitu kita lebih percaya diri untuk menegakkan batasan. Kita yakin dengan otoritas kita, dan kita tidak merasa bersalah saat melarang atau memarahi anak, karena kita tau bahwa anak kita sudah cukup merasa dicintai oleh kita.
Akan tetapi, di sisi lain, stress yang kita alami, menjadi sisi negatif yang membuat kita lebih berisiko untuk 'mudah meledak'. Rasa lelah yang bertumpuk-tumpuk karena pekerjaan yang tiada habisnya, rasa jengkel karena begitu pendeknya waktu pribadi kita, rasa jenuh karena terbatasnya relasi dan komunikasi kita dengan orang dewasa lain, itu semua menjadi sumber stress yang sering kita sendiri kurang menyadarinya. Kita tidak menyadari bahwa stress itu perlahan-lahan tertimbun dan heran mengapa tiba-tiba suatu saat kita merasa bad mood, begitu suntuk dan mudah tersulut emosi.
Ledakan emosi menjadi bagian yang tak terelakkan dalam mengasuh anak, dan semua orangtua melakukan kesalahan ini, termasuk ibu terbaik sekalipun. Lantas, pertanyaannya, bagaimana efeknya untuk anak? Ledakan emosi ini otomatis diikuti oleh rasa bersalah, dan kita khawatir anak mengalami imbas negatif dari perilaku kita yang buruk itu.
Adalah baik bagi anak untuk mengalami sisi kemanusiaan dari diri kita, yaitu bahwa kita, sebagai orangtua, tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan. Akan tetapi, ada hal lain yang perlu dilakukan untuk mencegah efek negatif terhadap relasi anak-orangtua, yaitu berdamai dengan anak.

Segeralah berdamai dgn anak. Hal ini penting agar anak nantinya bisa memahami bhw cinta dan benci adalah perasaan-perasaan yg sama dalam satu tali/garis, dgn cinta di ujung satunya dan benci di ujung satunya lagi. Dalam sebuah relasi, kita berjalan-jalan di antara ujung2 itu, kadang kita merasa sangat sayang, tapi kadang kita merasa marah dan benci. Tapi, benci tetap tidak terpisah dengan cinta.

Berdamai tidak berarti kita menuruti kemauan anak, tapi kita jelaskan bahwa yg dilakukan anak itu tidak baik, dan membuat kita marah. Mintalah agar anak meminta maaf kepada kita. Tapi kemudian kita juga meminta maaf atas perilaku kita (yg 'meledak') dan membuat anak takut. Khusus untuk teriakan, menurut saya pribadi, tidak perlu kita meminta maaf, karena teriakan adalah salah satu cara menunjukkan keseriusan/ketegasan kita dalam memberi batasan kepada anak. Akhiri dengan pelukan.

Penegakan batasan, memang menjadi bagian tersulit dalam mengasuh anak. Namun ada prinsip yang bisa memperlancar proses setting limits ini.
1. Kasih, otonomi, dan batasan, harus dlm porsi seimbang. Semakin kita ingin meningkatkan dan mempertegas batasan, semakin kita harus meluangkan waktu untuk membuat anak merasa dicintai. Selain hal ini membuat efektif setting limits, ini juga bertujuan agar kita tidak merasa bersalah saat bertindak tegas kepada anak.
2. Beri cukup warning kepada anak sebelum kita 'meledak.' Tingkatkan volume suara dan ekspresi wajah. (Ayo, coba latihan dari level 1-10 ). Ini penting agar anak merasa aman karena merasa bahwa dia bisa memprediksi tindakan kita. Bayangkan kalau kita hanya memberi peringatan halus (level 1), kemudian tiba-tiba loncat ke level 10 (teriakan super keras dgn tindakan kasar menyeret anak), pasti anak akan terkejut dan sangat takut.

Batasan harus ditegakkan, karena tanpa batasan, anak justru akan merasa ketakutan dan tidak aman, karena dia tidak tahu sejauh mana dirinya akan sampai jika tidak ada orang lain yang memasang 'pagar' itu. Sebagai contoh, jika kita memperingatkan anak saat anak mulai bertindak agresif menyakiti adiknya, dia justru akan merasa aman karena tahu bahwa rasa marahnya tidak akan berlanjut sampai pada tingkat yang membahayakan keselamatan adiknya, yang tentu saja akan ia sesali.

Kadang saya berpikir bahwa mendidik anak adalah bagaikan mengendalikan kuda delman. Kita bertanggung jawab untuk mengarahkan, menjaga agar anak kita tidak salah jalan, dan itu tentu saja bukan tugas ringan. Setiap hari adalah perjuangan. Tapi inilah tugas mulia yang diberikan Tuhan, dan pasti kita akan mampu melakukannya. :)